Wanita pejuang ini sebenarnya sangat layak mendapat penghargaan sebagai salah satu pahlawan perintis kemerdekaan. Di usianya yang masih muda 20 tahun, wanita ini telah dipenjarakan oleh tentara fasis jepang sebelum proklamasi 17 agustus 1945 karena melakukan gerakan bawah tanah menentang pendudukan jepang dan ketika wanita ini dibebaskan dari penjara jepang, semangatnya tetap menggelora dengan pidatonya yang berapi-api didepan orang banyak. indikasi ini membuktikan bahwa wanita ini termasuk salah satu pejuang yang dini dan gigih untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsanya.
Wanita ini adalah anak seorang lurah, yang lahir tepat hari ini 89 tahun yang lalu atau tanggal 24 Desember 1923 dengan nama lengkap Suharti Sumodiwiryo atau yang lebih dikenal dengan nama Umi Sardjono. Sejak usia muda Umi sudah bergabung dengan laskar perempuan, baginya masuk penjara bukan hal baru baik ketika melawan jepang maupun belanda, saat tertangkap diblitar Umi bertemu dengan SK Trimurti yang kemudian menjabat sebagai Menteri perburuhan di zaman kabinet Amir Syarifudin.
Walaupun kemerdekaan Republik Indonesia sudah diraih namun perjuangan untuk memerangi imperialisme belum berakhir, Umi Sardjono bersama kawan-kawan seperjuangan akhirnya membentuk satu wadah tempat berkumpulnya wanita-wanita progresif terutama membangun suatu organisasi perempuan yang mempunyai kesadaran politik yang tinggi sebagai bagian dari memperkuat perjuangan emansipasi kaum perempuan.
Maka berdirilah Gerakan Perempuan Indonesia (Gerwis) sebagai tonggak awal perjuangan kaum wanita Indonesia pasca kemerdekaan. Gerwis adalah wadah berkumpulnya tujuh organisasi perempuan dimasa itu. Melalui Gerwis inilah cikal bakal berdirinya Gerakan Wanita Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Gerwani.
Pada tahun 60-an siapa rakyat Indonesia yang tidak kenal Gerwani, sebuah organisasi besar tempat berhimpunya kaum perempuan progresif. Mereka juga berjuang terhadap kesetaraan gender, penolakan terhadap poligami dan perlunya perempuan terlibat dalam proses politik merupakan beberapa agenda yang mereka usung, Aktifitas Gerwani punya nyali yang besar dan lantang menentang berbagai bentuk diskriminasi Gender yang kala itu masih menggejala, meneriakkan penentangan model sosial Patriarkhi yang menyelimuti relasi sosial di berbagai bidang. Pergerakan yang sangat Progresif ini senantiasa mewarnai percaturan politik tanah air di zaman Bung Karno berkuasa.
Saat itu Gerwani mengalami masa kejayaannya dan merupakan titik terpenting dalam kepemimpinan Gerwani dibawah ketua umum Umi Sardjono, jumlah kader terus bertambah besar, berbagai program yang bersentuhan dengan rakyat kecil terus berjalan mulai dari pendirian sekolah-sekolah, kursus-kursus pemberantasan buta huruf dan penitipan anak, Tercatat kurang lebih sudah 1.500 balai penitipan anak dibangun oleh Gerwani, para petani dan buruh tak perlu bayar, maka dari perjuangan yang tulus inilah, banyak rakyat yang bersimpati dan mendaftar sebagai anggota dan nilai-nilai luhur yang dipasok ke anggotanya adalah kemerdekaan, kerja keras dan pengabdian pada perjuangan.
Gerwani juga menentang prostitusi, membela korban pemerkosaan dan berjuang menentang kerusakan moral yang diasosiasikan dengan dansa gila-gilaan dan musik ngak ngik ngok. Dipihak lain dengan sungguh-sungguh Gerwani memainkan perannya sebagai penjaga moral keluarga manipolis dan masyarakat secara menyeluruh. Mereka harus bekerja keras, belajar, tulus, sederhana dan gigih, optimistis akan hari depan sosialis gemilang yang menanti mereka. Dan yang paling membuat takut kaum konservatif ialah gambaran kader Gerwani dalam bentuk kombinasi ibu yang sadar politik dan patriot militant yang menantang kaum laki-laki di arena publik, dimana secara tradisonal menjadi wilayah laki-laki. Dalam perjalanan sejarahnya terbukti mereka berhadapan secara antagonistik dengan kekuatan konservatif yang begitu mendalam hingga membuat Gerwani kemudian terinjak-injak dengan cara yang diluar akal sehat manusia.
Organisasi perempuan bernama Gerwani yang dibangun selama kurang lebih 15 tahun yang didirikan oleh kaum perempuan mantan para pejuang kemerdekaan yang bervisi tegas memperjuangkan hak perempuan dan melawan imperialisme akhirnya tumbang. Gerwani dituduh sebagai dalang peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) dan mengaitkan Gerwani sebagai komunis dengan fitnah PKI lalu dikaitkan dengan kekacauan yang dilambangkan dengan perilaku seksual yang buruk perempuan komunis. Dalam hal ini fitnah dongeng lubang buaya ciptaan rezim Orde Baru sangat dipercaya oleh kalangan masyarakat luas.
Wanita-wanita itu dituduh menari setengah telanjang di depan para jenderal. Sementara para komunis pria menyiksa para jenderal, para wanita menyayat kemaluan para pimpinan TNI AD. Malam kelam 1 Oktober itu pun dihabiskan dengan pesta seks. Itulah propaganda Orde Baru soal Gerwani. Pemerintahan Soeharto menyebut mereka adalah penyiksa para jenderal dan pelaku seks bebas.
Dampak dari pengakuan dan kabar bohong yang begitu cepat menyebar itu membuat aktifitas Gerwani berhenti total karena mereka di kaitkan terlibat dalam peristiwa Gestapu, para aktifis Gerwani di tangkap, di penjarakan tanpa melalui proses hukum dan tanpa tahu kapan mereka akan di lepaskan, berbagai macam siksaan fisik dan psikis menimpa mereka selama puluhan tahun, Kaum perempuan Gerwani tidak hanya mengalami penderitaan karena di tangkap, di tahan, di penjarakan, di buang, di siksa tetapi juga di telanjangi dan di perkosa bergiliran dan di lecehkan martabat kemanusiaannya, di hancurkan rumah tangganya, pendeknya mereka mengalami penderitaan luar biasa lahir dan batin.
Akibat fitnah yang sangat kejam maka Organisasi dengan jumlah anggota 1,5 juta orang tersebut runtuh seketika dan Gerwani dicap sebagai organisasi beringas dan amoral. Para pimpinan Gerwani ditangkap, tak terkecuali Umi Sardjono yang saat itu sedang bersidang di senayan, Umi ditangkap berlima bersama teman-teman seperjuangannya yaitu Salawati Daud, Nyonya Mudigdo, Siti Aminah dan Dahliar, mereka berlima digelandang ke Markas Kostrad. Diinterogasi berhari-hari akhirnya dijebloskan ke Penjara Bukit Duri selama 13 tahun lamanya tanpa melalui proses persidangan. Padahal dalam proses pemeriksaan terhadap Umi Sarjono, berkali-kali ia menolak fitnah keji terhadap Gerwani.
Kebenaran itu akhirnya datang juga, seiring dengan tumbangnya Soeharto sebagai diktator orde baru maka tabir gelap yang selama ini tidak terungkap lambat laun mulai nampak kebenarannya, ternyata sejarah yang ditulis oleh Orde Baru yang telah mencuci otak jutaan rakyat Indonesia, terbukti semua itu ternyata hanyalah fitnah yang kejam. Hasil Outopsi terhadap mayat para Jenderal misalnya,ternyata secara resmi menyatakan tidak ada penyiksaan terhadap tubuh korban termasuk pemotongan anggota tubuh para korban.
Sungguh nama baik Gerwani yang telah mengabdikan dirinya untuk Ibu Pertiwi dan Rakyat kecil umumnya sebagai kelanjutan dari cita-cita Kartini telah di nodai dan di rusak habis-habisan dengan fitnah jahat tiada tara, Stigma sebagai perempuan a-moral tak ber-Tuhan, bahaya laten, stigma khusus bagi Gerakan Wanita Indonesia, Organisasi Perempuan yang selalu di kaitkan dengan PKI tak pernah di klarifikasi. Stigma yang di ciptakan oleh suatu Rezim itu lantas seperti menjadi bagian dari tubuh. Stigma tarian harum bunga hanya propaganda rezim orde baru untuk menciptakan atmosfer histeria di seluruh Indonesia yang telah mendorong pembantaian lebih dari setengah juta orang dengan cara paling mengerikan, tanpa melalui proses pengadilan.
Apakah stigma itu harus di bawa sampai ke titik akhir hidup ketika perjuangan untuk menghapuskannya, bagaikan sepekat terowongan di dalam terowongan, di situ masa lalu bergeming di lorong waktu yang diam dan secercah sinar yang pernah muncul di ujung jauh terowongan kembali di telan kegelapan. maka dengan upaya bersama semua pihak yang peduli, terlebih kaum sejarawan dan aktifis perempuan, hari depan ini akan memberikan tempat yang layak dan bersinar terang bagi Gerwani dalam Sejarah Bangsa.
Sekarang Umi Sardjono sudah tiada, wanita tangguh tersebut wafat pada tanggal 11 Maret 2011. Umi Sardjono adalah pejuang perempuan sosialis yang menghabiskan seluruh hidupnya untuk menebus pembebasan Negara dan rakyat pekerja dari penjajahan Kolonialis-Fasis-Imperialis namun berujung pada penghancuran atas diri, organisasi dan gerakannya oleh tangan bangsanya sendiri.
Orde Baru memang bisa memenjarakan tubuh Umi Sarjono dan kawan-kawan, tetapi tidak dengan pikirannya. Sosok Umi Sarjono dan para pejuang lainnya akan terus hidup dan menginspirasi perjuangan generasi berikutnya, sebuah generasi yang sadar bahwa selama ini telah dipecundangi oleh kekuasaan yang membungkam suara rakyatnya.
Agus Sutondo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar