“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Abu Daud). Dalam Al-Fiqhul-Islami, bentuk-bentuk tasyabuh yang dilarang itu banyak bentuknya, antara lain mencucapkan selamat pada hari raya orang kafir.
Ibnul Qayim rahimahullah berkata: “Mengucapkan selamat kepada syiar agama orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan. Seperti mengucapkan selamat atas hari raya dan puasa mereka dengan mengatakan ‘Ied Muharak ‘Alaik (hari raya penuh berkah atas kalian) atau selamat bergembira dengan hari raya ini dan semisalnya. Jika orang yang berkata tadi menerima kekufuran maka hal itu termasuk keharaman, statusnya seperti mengucapkan selamat bersujud kepada salib. Bahkan, di sisi Allah dosanya lebih besar dan lebih dimurkai daripada mengucapkan selamat meminum arak, selamat membunuh, berzina, dan semisalnya. Banyak orang yang tidak paham Islam terjerumus kedalamnya semantara dia tidak tahu keburukan yang telah dilakukannya. Siapa yang mengucapkan selamat kepada seseorang karena maksiatnya, kebid’ahannya, dan kekufurannya berarti dia menantang kemurkaan Allah.”
Fatwa ulama terkini juga mengharamkan ucapan Selamat Natal: “ Tidak boleh seorang muslim memberi ucapan selamat kepada orang Kristen pada hari raya mereka karena sesungguhnya dalam perbuatan tersebut terdapat tolong-menolong dalam perbuatan dosa. Dan kita di larang dari perbuatan tersebut, Allah SWT berfirman: “Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” Di dalamnya juga mengandung rasa cinta kepada mereka dan menuntut untuk mencintai mereka serta sebagai syiar dengan meridhai mereka dan syiar-syiar mereka. Ini semua tidak boleh bahkan yang paling wajib adalah menampakkan permusuhan terhadap mereka dan menjelaskan permusuhan terhadap mereka. Karena mereka memusuhi Allah jalla wa ala dan membuat sekutu kepada selain Allah. Mereka juga menjadikan bagi Allah wanita pendamping dan seorang anak” (Fatawa Lajnah Daimah li al-Buhuts al-Ilmiyah wal-Ifta: 3/435).
Meski para ulama secara tegas mengharamkan ucapan Selamat Natal, ada juga orang ber-KTP Islam yang malah mengimbau mengucapkan Selamat Natal kepada orang Kristen. Salah satu argumennya adalah demi toleransi umat beragama, karena umat Kristen juga mengucapkan Selamat Idul Fitri kepada umat Islam yang berlebaran pada hari raya Idul Fitri.
Abdul Moqsith Ghazali, aktivis jaringan liberal berkedok Islam, memuji orang Islam yang mengucapkan Selamat Natal, karena orang Kristen juga mengucapkan Selamat Idul Fitri saat lebaran:
“Umat Islam mengucapkan selamat natal terhadap rekan-rekannya yang beragama Kristen. Begitu juga sebaliknya, umat Kristiani mengucapkan selamat ‘idul fitri terhadap koleganya yang beragama Islam. Sering disaksikan, sejumlah tokoh agama saling berkirim SMS menyatakan selamat ketika hari perayaan agama masing-masing berlangsung. Fenomena ini tak mudah didapatkan di negeri-negeri muslim lain. Bahkan, negeri-negeri muslim lain itu harus belajar pada umat Islam Indonesia atas toleransinya yang tinggi terhadap umat agama lain,” tulisnya di situs JIL.
Moqsith menjadikan ucapan Selamat Natal dan Selamat Idul Fitri sebagai tolok ukur toleransi seorang umat beragama. Logika ini tidak relevan, miring dan generalisasi yang gegabah. Menyejajarkan Idul Fitri dengan Natal adalah tindakan yang keliru, karena keduanya berbeda dan sama sekali tidak sejajar.
Pertama, Idul Fitri adalah hari raya yang diperintahkan dalam Islam sedangkan Natal tidak ada perintahnya dalam kitab suci.
Idul Fitri disyariatkan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah 185 dan banyak hadits, sedangkan Natal sama sekali tidak ada perintahnya dalam Bibel baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Bahkan umat Kristen abad permulaan tidak pernah merayakan Natal.
Kebiasaan gereja merayakan Natal pada tanggal 25 Desember baru dimulai dalam abad keempat. Sebelum itu Gereja tidak mengenal perayaan Natal tidak tahu kapan, hari apa, bulan apa dan tahun keberapa Yesus dilahirkan. Bibel pun sama sekali tidak memuat data-data tentang Natal Yesus.
Penetapan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus juga menyalahi Bibel. Injil Lukas pasal 2 menceritakan bahwa pada waktu Yesus dilahirkan, gembala-gembala sedang berada di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam (ayat 8). Itu berarti bahwa Yesus dilahirkan antara bulan Maret atau April dan bulan November. (lihat: Buku Katekisasi Perjanjian Baru karya Dr. J.L. Ch. Abineno, hlm 14).
Kedua, esensi Idul Fitri dan Natal bertolak belakang 180 derajat. Idul Fitri adalah hari raya setelah berpuasa sebulan penuh selama Ramadhan untuk meneguhkan tauhid dan menggapai ketakwaan kepada Tuhan.
Sedangkan Natal adalah peringatan hari ulang tahun kelahiran Yesus Kristus (Dies Natalis of Jesus Christ) yang dipertuhankan oleh umat Kristen. Dengan kata lain, Natal adalah hari ulang tahun kelahiran tuhan dan juru selamat penebus dosa dalam keyakinan Kristen.
Selamat Idul Fitri di mata Kristen dan Selamat Natal di mata Islam adalah dua hal yang berbeda. Umat Kristen yang mengucapkan Selamat Idul Fitri tidak melanggar doktrin kristiani, sedangkan umat Islam yang mengucapkan Selamat Natal melanggar aqidah Islam.
Ketiga, kalau mau menyejajarkan sementara, seharusnya Natal Yesus disandingkan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Karena memperingati kelahiran Yesus (Natal) dan peringatan kelahiran Nabi Muhammad (Maulid Nabi) sama-sama tidak ada perintahnya dalam kitab suci kedua agama.
Faktanya, umat Kristen tidak mau mengucapkan Selamat Maulid atas kelahiran Nabi Muhammad sebagai nabi yang terakhir, karena dianggap bertentangan dengan doktrin kristiani yang menyakini Yesus sebagai nabi terakhir. Apakah sikap ini bisa dinilai sebagai tindakan yang menjunjung tinggi toleransi dan pluralisme dalam pandangan kaum liberal sekalipun?
Keempat, Jika umat Islam dituding tidak toleran karena tidak mengucapkan Selamat Natal atas kelahiran Yesus yang diyakini sebagai tuhan dan Juruselamat Kristen, maka vonis yang sama juga harus dialamatkan kepada umat Kristen. Umat Kristen juga harus divonis sebagai umat intoleran karena tidak mengucapkan Selamat Maulid Nabi atas kelahiran Muhammad SAW, nabi pamungkas setelah Yesus. [A. Ahmad Hizbullah MAG/SI]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar