Rabu, 31 Desember 2014

Hikayat Gay di Sodom (bagian 2/habis)

Hikayat Gay di Sodom (bagian 2/habis)
Bab-Edh-dhra, lokasi ditemukannya reruntuhan kota Sodom dan Gomoroh
Lalu suatu hari, Allah mengutus tiga malaikat untuk menyamar menjadi pria yang sangat tampan nan mempesona. Mereka menuju sungai dimana putri Luth tengah mengabil air. "Wahai nona, adakah tempat istirahat disini?" ujar salah seorang malaikat menyamar sebagai musafir, bertanya pada seorang putri Luth.  Melihat wajah yang sangat luar biasa, putri Luth ketakutan mereka akan dilukai warga jika memasuki negeri Sodom. "Tunggulah disini sampai aku memberitahu kalian kepada ayahku dan kembali," ujar putri Luth lantas segera berlari pulang ke rumah meninggalkan bejana air. Setibanya dirumah, ia pun melaporkannya pada sang ayah dengan menangis.
Mereka pun menjadi tamu misterius di tempat tinggal Luth. Melihat ketampanan tamunya, Luth pun merasa ketakutan jikalau warganya mengetahui maka akan terjadi hal buruk pada tamu tersebut. Ia sangat gelisah karena merasa tak akan mampu melindungi tamunya.
"Janganlah kamu takut, jangan pula susah. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan kamu dan pengikut-pengikutmu, kecuali isterimu, dia adalah termasuk orang-orang yang dibinasakan," ujar utusan tersebut. Mendengarnya, tahulah Luth bahwa tamunya merupakan jelmaan dari malaikat Allah.
Dengan diam-diam, istri Luth mengabarkan tamu misterius tersebut kepada warga Sodom. Padahal Luth telah berpesan pada istri dan dua putrinya untuk merahasiakan kehadiran tamu tersebut. Namun Istri dari nabi bukan jaminan bagi seorang wanita menjadi beriman dan bertaqwa. Maka berkumpullah para gay di negeri tersebut di rumah Luth. Mereka ingin menyaksikan dan menikmati ketampanan tamu tersebut.
"Sesungguhnya mereka adalah tamuku. Jangan kalian membuatku malu, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina," seru Luth melihat warga mengepung rumahnya.
Namun warga tetap keras kepala, mereka menerobos masuk rumah Luth karena hawa nafsu. Namun dengan kekuasaan Allah, mereka ak mampu melihat para malaikat berwujud manusai tampan tersebut. Tiba-tiba saja mereka tak mampu melihat.  Luth pun tak peduli lagi pada warga terlaknat tersebut.
Ia segera bergegas meninggalkan negeri Sodom bersama keluarganya. Malaikat berpesan, "Pergilah kamu di akhir malam dengan membawa keluargamu, dan ikutlah mereka dari belakang dan janganlah seorangpun di antara kamu menoleh kebelakang dan teruskanlah perjalanan ke tempat yang di perintahkan kepadamu," kata malaikat utusan tersebut terakhir kali sebelum pergi.
Maka keluarlah Luth dari negeri Sodom bersama istri dan dua putrinya di tengah malam. Mereka bergegas dan tak menoleh sedikit pun ke negeri yang dimurkai Allah tersebut. Namun diperjalanan, sang istri berjalan lambat dan terus saja menoleh karena penasaran benarkah adzab akan menimpa negeri Sodom.
Saat menjelang matahari terbit, Luth dan dua putrinya sampai di sebuah bukit jauh dari Sodom. Saat itulah terdengar suara bumi dan langit sekan melampiaskan kemarahan. Suara keras mengguntur dari langit dan menurunkan hujan batu. Bumi pun bergoncang dan membalikkan Kota Sodom.
Redaktur: A.Syalaby Ichsan
Reporter: Afriza Hanifa

Khurasan Negeri Tempat Keluarnya Dajjal ?


"Dajjal akan keluar dari muka bumi ini, di bagian timur yang bernama Khurasan”. (H.R Tirmidzi). 

Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Al-Hadith Al-Nabawi , mengungkapkan, saat ini, Khurasan terletak di ujung timur Laut Iran. Pusat kotanya adalah Masyhad.

Sejarah peradaban Islam mencatat Khurasan dengan tinta emas. Betapa tidak. Khurasan merupakan wilayah yang terbilang amat penting dalam sejarah peradaban Islam. Jauh sebelum pasukan tentara Islam menguasai wilayah itu, Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya telah menyebut-nyebut nama Khurasan.

Letak geografis Khurasan sangat strategis dan banyak diincar para penguasa dari zaman ke zaman. Pada awalnya, Khurasan Raya merupakan wilayah sangat luas membentang meliputi; kota Nishapur dan Tus (Iran); Herat, Balkh, Kabul dan Ghazni (Afghanistan); Merv dan Sanjan (Turkmenistan), Samarkand dan Bukhara (Uzbekistan); Khujand dan Panjakent (Tajikistan); Balochistan (Pakistan, Afghanistan, Iran).

Kini, nama Khurasan tetap abadi menjadi sebuah nama provinsi di sebelah Timur Republik Islam Iran. Luas provinsi itu mencapai 314 ribu kilometer persegi. Khurasan Iran berbatasan dengan Republik Turkmenistan di sebelah Utara dan di sebelah Timur dengan Afganistan. Dalam bahasa Persia, Khurasan berarti ‘Tanah Matahari Terbit.’

Jejak peradaban manusia di Khurasan telah dimulai sejak beberapa ribu tahun sebelum masehi (SM). Sejarah mencatat, sebelum Aleksander Agung pada 330SM menguasai wilayah itu, Khurasan berada dalam kekuasaan Imperium Achaemenid Persia. Semenjak itu, Khurasan menjelma menjadi primadona yang diperebutkan para penguasa.

Pada abad ke-1 M, wilayah timur Khurasan Raya ditaklukan Dinasti Khusan. Dinasti itu menyebarkan agama dan kebudayaan Budha. Tak heran, bila kemudian di kawasan Afghanistan banyak berdiri kuil. Jika wilayah timur dikuasai Dinasti Khusan, wilayah barat berada dalam genggaman Dinasti Sasanid yang menganut ajaran zoroaster yang menyembah api.


Khurasan memasuki babak baru ketika pasukan tentara Islam berhasil menaklukkan wilayah itu. Islam mulai menancapkan benderanya di Khurasan pada era Kekhalifahan Umar bin Khattab. Di bawah pimpinan komandan perang, Ahnaf bin Qais, pasukan tentara Islam mampu menerobos wilayah itu melalui Isfahan.

(Pasukan yang membawa) bendera hitam muncul dari Khurasan. Tak ada kekuatan yang mampu menahan laju mereka dan mereka akhirnya akan mencapai Yerusalem, di tempat itulah mereka akan mengibarkan benderanya.’’ (HR. Turmidzi).

Dari Isfahan, pasukan Islam bergerak melalui dua rute yakni Rayy dan Nishapur. Untuk menguasai wilayah Khurasan, pasukan umat Islam disambut dengan perlawanan yang amat sengit dari Kaisar Persia bernama Yazdjurd. Kaisar Yazdjurd yang terdesak dari wilayah Khurasan akhirnya melarikan diri ke Oxus.

Setelah Khurasan berhasil dikuasai, Umar memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan konsolidasi di wilayah itu. Khalifah tak mengizinkan pasukan tentara Muslim untuk menyeberang ke Oxus. Umar lebih menyarankan tentara Islam melakukan ekspansi ke Transoxiana.

Sepeninggal Umar, pemberontakan terjadi di Khurasan. Wilayah itu menyatakan melepaskan diri dari otoritas Muslim. Kaisar Yazdjurd menjadikan Merv sebagai pusat kekuasaan. Namun, sebelum Yadzjurd berhadapan lagi dengan pasukan tentara Muslim yang akan merebut kembali Khurasan, dia dibunuh oleh pendukungnya yang tak loyal.

Khalifah Utsman bin Affan yang menggantikan Umar tak bisa menerima pemberontakan yang terjadi di Khurasan. Khalifah ketiga itu lalu memerintahkan Abdullah bin Amir Gubernur Jenderal Basra untuk kembali merebut Khurasan. Dengan jumlah pasukan yang besar, umat Islam mampu merebut kembali Khurasan.

Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, Khurasan merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Damaskus. Penduduk dan pemuka Khurasan turut serta membantu Dinasti Abbasiyah untuk menggulingkan Umayyah. Salah satu pemimpin Khurasan yang turut mendukung gerakan anti- Umayyah itu adalah Abu Muslim Khorasani antara tahun 747 M hingga 750 M.

Dajjal dan Khurasan dalam Hadits

Kemunculan Dajjal merupakan fitnah terbesar dalam sejarah umat manusia di muka bumi. Dalam literatur Islam, disebutkan tentang sifat-sifat Dajjal, yaitu bahwa Dajjal adalah seorang manusia yang buta sebelah matanya. Ia pun terkenal sebagai oknum yang hebat dalam tipu daya hingga banyak umat muslimin mengikuti jejak langkahnya saat ia memunculkan diri.

“Barangsiapa yang mendengar ada Dajjal, maka hendaklah ia bersmbunyi darinya. Demi Allah, ada seseorang yang mendatanginya dan dia mengira bahwa ia akan tetap beriman lantas dia mengikutinya, karena banyaknya syubhat yang menyertainya.” (HR. Imam Ahmad, Abu Daud, dan Al Hakim)

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah SAW melihat Dajjal dalam mimpi. Beliau melukiskan;

“laki-laki berbadan besar, berkulit kemerahan, rambutnya keriting, buta sebelah, matanya seperti sebutir anggur yang menonjol. Manusia yang paling mirip dengannya adalah Ibnu Qothn bin Khuza’ah.”

Perbincangan mengenai dimana turunnya Dajjal memang memiliki banyak penjelasan dan versinya masing-masing. Namun kita harus pandai-pandai dalam menyikapi dan mengumpulkan banyak hadis untuk melihat gamabran jernih tentang tempat turunnya Dajjal. Dalam penelusuran lebih jauh, riwayat-riwayat yang ada tidak memberikan informasi yang begitu rinci. Hadits Tamim Ad Dari yang diriwayatkan oleh Fatimah binti Qais menjelaskan posisi Dajjal berada di laut Yaman. Sedangkan janji Rasulullah SAW tentang tempat keluarnya Dajjal berada di wilayah Khurasan. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dimana Rasulullah SAW bersabda;

“Dajjal akan keluar di bumi bagian Timur yang disebut Khurasan. Ia diikuti oleh beberapa kaum yang wajah mereka seperti perisai yang dipukuli.”

Menurut Abu Fatiah Al Adnani dalam bukunya Fitnah dan Petaka Akhir Zaman, Khurasan adalah sebuah makna yang berarti tempat terbit matahari. Ia merupakan negeri yang amat luas meliputi beberapa negeri Persi, Afghanistan, dan Turkistan. Khurasan memanjang ke Asia antara sungai Amudariya sebelah utara serta Timur dan Gunung Hindukus sebelah selatan serta beberapa daerah Persi bagian Barat.

Tidak hanya itu, Khurasan juga memanjang ke beberapa negara seperti Shafad dan Sajistan. Oleh karena itu ia dinisbatkan dengan Negara-negara besar seperi Bukhari, Khawarizmi, Ghaznah, dan Isfahan. Dan Khurasan yang diketahui saat ini adalah Negara Persia yang terletak di bagian Timur dan Timur Laut Iran.

Masih menurut Abu Fatiah al Adnani, ia menyatakan bahwa sebagian penulis tentang fitnah Akhir Zaman membagi periode keluarnya Dajjal, yang pertama adalah Dzuhur yang berarti kemunculan dan Khuruj yang berarti keluarnya Dajjal. Kalimat Dzuhur dimaknai sebagai fase kemunculan dan Khuruj memiliki arti sebagai keluarnya dalam bentuk dan wujud yang bukan aselinya, waktunya sangat panjang dan itu terjadi sebelum kemunculan Al Mahdi.

Khuruj juga bermakna keluarnya Dajjal untuk yang terakhir kalinya dalam bentuk fisik sebagaimana yang disebutkan dalam banyak riwayat yaitu buta matanya dan bertuliskan kata ka fa ra tepat di dahinya. Fase keluarnya ini hanya terjadi selama 40 hari dan terjadi setelah keluarnya al Mahdi.

DR. Umar Sulaiman al Asyqar dalam kitabnya al Yaum al Akhir juga membagi dua periode antara munculnya Dajjal dan keluarnya Dajjal. Ia mengatakan bahwa Dajjal akan muncul dari timur, suatu daerah Persia bernama Khurasan. Ini dikuatkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibn Majah, Hakim, Ahmad, dan Dhiya’ dalam al-Mukhtar, dari Abu Bakar Shiddiq yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda;

“Sesungguhya Dajjal muncul disebuah daerah di timur bernama Khurasan. Ia diikuti oleh orang-orang yang wajahnya seperti tameng yang ditempa palu.”

Dalam penjelasan lebih jauh, keluarnya Dajjal yang pertama kali adalah untuk unjuk kekuatan, membuat fitnah, teror, mencari pendukung, dan menebar propaganda bahwa dirinya adalah tuhan semesta alam. Peristiwa ini berlangsung selama waktu yang tidak diketahui. Selama masa ini pun Dajjal mendapatkan kemenangan dan banyak mengalahkan musuh-musuhnya.

Dalam suatu riwayat yang menunjukkan bagaimana proses kemunculan Dajjal pertama kali di muka bumi. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Umamah Al Bahili;

“Di awal kemunculannya, ia berkata: ‘Aku adalah Nabi’, Padahal tidak ada nabi setelahku. Kemudian ia memuji dirinya sambil berkata: ‘Aku adalah Rabb (Tuhan) kalian’, padahal kalian tidak dapat melihat Rabb kalian sehingga kalian mati.” (HR. Ibnu Majjah. II/512-516)

Adapun keluarnya Dajjal yang terakhir kalinya adalah pada saat pertempuran akhir antara Dajjal dan kaum muslimin. Pendukung Dajjal saat itu bukan lagi para Yahudi yang tinggal di Israel. Mungkin saja Yahudi Israel saat itu sudah dikalahkan oleh kaum muslimin ketika penaklukan baitul Maqdis dilakukan oleh Al Mahdi.

Pendukung Dajjal sendiri adalah kaum Yahudi Asbahan yang tinggal di sebuah perkampungan Yahudiyyah. Jumlah mereka sebanyak 70.000 orang dengan memakai topi. Dari Anas bin Malik ra, sabda beliau SAW; 

“Dajjal akan keluar dari kota Yahudi Isfahan (Wilayah di Khurasan, Iran, red.) bersama 70,000 penduduk Isfahan”. (Fath al-Rabbani Tartib Musnad Ahmad. Ibn Hajar berkata Shahih)

“Dajjal akan diikuti oleh 70.000 yahudi dari kota Isfahan (Nan), mereka memakai Al-Tayalisah”. (HR. Muslim)

Menurut Abu Fatiah al Adnani, keluarnya Dajjal dari arah Timur ini disebabkan oleh kemarahan, hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam hadits,

“Sesungguhnya Dajjal akan keluar karena suatu kemarahan” (HR. Muslim dan Ahmad dari Ibnu Umar). 

Adapun peristiwa keluarnya Dajjal yang kedua kalinya adalah karena datangnya batsyatul kubra atau hantaman yang keras berupa meteor dari langit dan munculnya Dukhan). Dan ini terjadi setelah Al Mahdi dan kaum muslimin berhasil menaklukan Konstantin.

Referensi: Republika / Ermuslim

Hikayat Gay di Sodom (bagian 1)

Hikayat Gay di Sodom (bagian 1)
Bab-Edh-dhra, lokasi ditemukannya reruntuhan kota Sodom dan Gomoroh
Kaum gay sudah hidup ribuan tahun lalu, seperti diberitakan kitab suci. Syahdan, seorang putra Haran dari wilayah Ur, Luth (Lot) mengikuti jejak pamannya, Ibrahim (Abraham) ke negeri Kanaan. 
Setiba disana, Luth ditugaskan Allah berdakwah. Luth pun mendatangi Kota Sodom di utara Laut Mati dan Gamora (Gomorrah)berlokasi di sepanjang timur laut Laut Mati.
"Mengapa kalian tidak bertakwa? Sungguh, aku ini seorang rasul yang diutus kepadamu. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepada ku. Dan aku tidak meminta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku hanyalah dari Tuhan seluruh alam," ujar Luth.
Belum cukup dibuat heran dengan datangnya seorang yang mengaku utusan Tuhan, bangsa Sodom pun kemudian dibuat murka karena sang utusan tersebut terang-terangan melawan kebiasaan warga melakukan homoseksual.
Ia mengajak mereka kembali kepada Allah dan meninggalkan perbuatan yang dimurkai-Nya. "Sungguh kalian benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu. Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?!" Seru Luth mengajak kaumnya bertaubat.
Menanggapi kedatangan Luth mereka pun acuh. Ucapan Luth bagai angin lalu. Luth dianggap tak waras yang mengusik kehidupan mereka. Meski demikian, sang nabi tak putus asa. Ia terus mengajak mereka kembali pada agama Allah.
"Mengapa kamu mendatangi sesama lelaki (Homoseks) di antara manusia? Sementara kamu tinggalkan perempuan yang diciptakan Tuhan untuk dijadikan sebagai istri? Kamu memang orang-orang yang melampaui batas," kata Luth.
Apa jawaban kaum Sodom? Tentu saja mereka menolaknya mentah-mentah.  "Hai Luth! Jika kau tidak berhenti, maka kau akan termasuk orang-orang yang terusir," ancam warga Sodom. Dengan sabar, Luth hanya menimpali, "Sungguh aku benci pada perbuatan kalian".
Semakin Luth menyampaikan dakwah, semakin mereka menantang. "Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar," ujar mereka menyombongkan diri.
Habis sudah kesabaran Luth mengajak mereka pada kebenaran. Luth pun mengeluhkan kesulitannya menghadapi bangsa Sodom kepada Allah Ta'ala. Ia pun menengadahkan tangan seraya minta pertolongan, "Ya Tuhanku, tolonglah aku atas kaum yang berbuat kerusakan itu. Ya Tuhanku, selamatkanlah aku beserta keluargaku dari akibat perbuatan yang mereka kerjakan," ujar sang nabi. (bersambung).
Redaktur: A.Syalaby Ichsan
Reporter: Afriza Hanifa

STOP!! Perayaan Tahun Baru Masehi = Hari Raya Kafir Penyembah Dewa


Enam hari setelah Natal 25 Desember, tibalah tahun baru Masehi tanggal 1 Januari. Umat kristiani biasa menggabungkan ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru. Tak sedikit umat Islam yang latah terjebak promosi kekafiran dengan mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru Masehi.
Bahkan ikut-ikutan merayakan pergantian tahun baru dengan gebyar maksiat. Demi menunggu momen pukul 00.00 mereka rela menghambur-hamburkan dana secara mubazir untuk pesta kembang api, pesta miras, festival hiburan yang berbaur pria dan wanita, perzinaan dan pesta maksiat lainnya.
Tak sedikit waktu, dana, tenaga dan pikiran yang dibuang percuma demi tahun baru. Padahal Allah SWT memperingatkan bahwa para pemboros itu adalah saudaranya syaitan yang sangat ingkar kepada Tuhan (Qs Al-Isra’ 26-27).
Dalam tinjauan akidah, para ulama yang berkompeten telah memfatwa haram ucapan Selamat Tahun Baru Masehi, terlebih merayakan pestanya.
Komisi Fatwa Saudi Arabia (Al-Lajnah Ad-Daimah lil-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wal-Ifta’) dalam Fatawa nomor 20795 menyatakan bahwa mengucapkan Selamat Tahun Baru Masehi kepada non muslim tidak boleh dilakukan oleh seorang Muslim karena perayaan tahun baru tidak masyru’ (tidak disyariatkan).” Fatwa ini ditandatangani oleh: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Alu Syaikh, Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan, Syaikh Shalih Al-Fauzan, dan Syaikh Bakr Abu Zaid.
Senada itu, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, dengan tegas menyatakan bahwa umat Islam dilarang mengucapkan Selamat Tahun Baru Masehi (Miladiyah), karena ia bukan tahun syar’i. Bahkan apabila memberi ucapan selamat kepada orang-orang kafir yang merayakan hari raya Tahun Baru, maka orang ini dalam keadaan bahaya besar berkaitan dengan hari-hari raya kekafiran.
Karena ucapan selamat terhadap hari raya kekafiran itu berarti senang dengannya dan mensupport kesenangan mereka, padahal senang terhadap hari-hari raya kekafiran itu bisa-bisa mengeluarkan manusia dari lingkaran Islam, sebagaimana Ibnul Qayyim rahimahullah telah menyebutkan hal itu dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz-Dzimmah. (Liqoatul Babil Maftuh, juz 112 halaman 6).
Ibnul Qayyim berkata, “Adapun memberi ucapan selamat kepada simbol-simbol khusus kekafiran, (hal tersebut ) adalah haram menurut kesepakatan ulama…” (Ahkamu Ahlu Ad-Dzimmah, 1/441).
Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili dalam situsnya juga mengharamkan ucapan Selamat Tahun Baru Masehi karena perbuatan tersebut termasuk tasyabbuh (meniru kebiasaan orang kafir) kepada kaum Kristen yang mana mereka saling mengucapkan selamat ketika awal tahun baru Masehi. Tasyabbuh dengan mereka diharamkan oleh Rasulullah SAW.
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Rasulullah SAW sudah mewanti-wanti umatnya tentang bahaya tasyabbuh terhadap orang Persia, Romawi, Yahudi dan Kristen. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.
Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang biawak, pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri).
Para ulama itu memperingatkan strategi pemurtadan yang dikemas dengan pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan, sesuai firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah 109, Ali-Imran 69, 99, 149, dan Al-Hijr 9.
Momentum Tahun Baru ini tidak luput dari pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, permisivisme dan ateisme serta pemunculan sesuatu kemungkaran yang bertentangan dengan syariat.
Di antara hal itu adalah propaganda kepada penyatuan agama-agama (pluralisme), penyamaan Islam dengan aliran-aliran dan sekte-sekte sesat lainnya, penyucian terhadap salib dan penampakan syiar-syiar kekufuran yang dilakukan oleh orang-orang Kristen dan Yahudi.
Banyak yang beranggapan bahwa perayaan tahun baru adalah urusan duniawi yang tidak ada kaitannya dengan akidah. Padahal secara historis, perayaan tahun baru Masehi tidak bisa dipisahkan dari tradisi dan ritual penyembahan dewa Janus dalam agama paganisme (agama kafir penyembah berhala):
“The Roman ruler Julius Caesar established January 1 as New Year’s Day in 46 BC. The Romans dedicated this day to Janus , the god of gates, doors, and beginnings. The month of January was named after Janus, who had two faces – one looking forward and the other looking backward” (The World Book Encyclopedia, 1984, volume 14 hlm. 237).
(Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke-46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah – sebuah wajahnya menghadap ke (masa) depan dan sebuahnya lagi menghadap ke (masa) lalu).
Dalam mitologi Romawi, Dewa Janus adalah sesembahan kaum Pagan Romawi. Bulan Januari (bulannya dewa Janus) ditetapkan setelah Desember karena Desember adalah pusat Winter Soltice, yaitu hari-hari di mana kaum pagan penyembah Matahari merayakan ritual mereka saat musim dingin. Pertengahan Winter Soltice jatuh pada tanggal 25 Desember, dan inilah salah satu dari banyaknya pengaruh Pagan pada tradisi Kristen.
Kaum Pagan pandai menyusupkan budaya mereka ke dalam budaya agama lain. Ini terbukti dengan tradisi mereka bertahun baru yang sudah populer diikuti di berbagai belahan dunia. Misalnya, tradisi kaum Pagan merayakan tahun baru mereka (atau Hari Janus) dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api, bernyanyi bersama, memukul lonceng dan meniup terompet.
Ke dalam agama Kristen, tradisi pagan ini diadopsi dengan menjadikan hari Dewa Janus tanggal 1 Januari menjadi Tahun Baru Masehi, sehingga muncullah pemisahan masa sebelum Yesus lahir pun (Sebelum Masehi/SM) dan sesudah Yesus lahir (Tahun Masehi/M).
Di Persia yang beragama Majusi (penyembah api), tanggal 1 Januari juga dijadikan sebagai hari raya yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus. Dalam perayaan itu, mereka menyalakan api dan mengagungkannya, kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan minuman keras (khamr). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.
Shahabat Abdullah bin ’Amr RA memperingatkan dalam Sunan Al-Baihaqi IX/234: ”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kafir, meramaikan peringatan hari raya Nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.”

[A. Ahmad Hizbullah MAG/SI]

Persiapan Jelang Kiamat

Persiapan Jelang Kiamat
Ilustrasi
Suatu saat nanti, dunia dan segala isinya akan binasa. Manusia dan semua mahkhluk hidup yang ada di dalamnya akan mati.

Itulah yang disebut hari akhir atau kiamat. Kedatangannya adalah sebuah kepastian. Tapi, tak ada satu orang pun yang mengetahui dengan pasti kapan kiamat akan datang.

Ada dua pengertian hari akhir. Untuk konteks semua manusia, hari akhir terjadi saat tiupan sangkakala yang kedua. Tiupan ini akan menentukan apakah manusia akan ke surga atau neraka.

Di dalam Alquran Surah al-Haqqah ayat 13-15, Allah SWT berfirman, “Maka, apabila sangkala ditiup sekali tiup. Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka, pada hari itu terjadi kiamat.”

Ada juga makna hari akhir dalam konteks sebagian orang. Yaitu, mereka yang melihat matahari dan mereka masih hidup. Berarti, kiamat terjadi saat sangkakala ditiup pada tiupan pertama.

Pertanyaannya, sudah siapkah kita menghadapi hari kiamat? Ini seperti yang disampaikan Nabi Muhammad SAW pada umatnya.

Suatu hari, ada seorang sahabat yang bertanya kepada Nabi, “Kapan hari akhir akan datang?”
Nabi balik bertanya, “Apa yang sudah kau lakukan untuk menghadapinya?” Sahabat menjawab, “Tidak ada kecuali aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Dan, Rasul menjawab, “Kalau begitu, kelak kau akan berkumpul bersama yang kau cintai.”

Buku ini berisi pengetahuan yang lengkap tentang hari akhir. Pengetahuan ini sangat penting karena kita akan sulit mendapatkan gambaran bagaimana melewati kehidupan ini. Dengan persiapan pengetahuan tentang hari akhir, kita bisa menjalani kehidupan dengan baik. Segala sesuatu yang baik tentu akan menghasilkan yang baik pula.

Penulis merangkum semua pengetahuan itu ke dalam buku ini. Penulis menggambarkan secara sistematis perjalanan manusia dan suasananya, mulai dari maut, alam barzakh, ditiupnya sangkakala kebangkitan, Padang Mahsyar, syafaat, shirath (jembatan), sampai akhirnya surga dan neraka.

Soal surga misalnya, dijelaskan tentang nama-namanya, malaikat penjaga, orang-orang yang masuk surga sebelum kiamat, jalan menuju surga, gambaran surga, para penghuni, juga bidadari surga.

Sedangkan, soal neraka penulis menuliskan tentang nama-nama neraka, gambaran neraka, penghuni neraka, hukuman yang Allah siapkan untuk para penghuni neraka, dan cara agar terhindar dari neraka.

Apa yang disajikan penulis sangat bermanfaat sebagai bekal persiapan kita menghadapi hari akhir. Kunci persiapan tersebut adalah mencintai Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana cara mencintai Allah dan Rasul-Nya?

Tidak ada cara lain, selain membekali diri dengan pengetahuan tentang hari akhir berdasarkan Alquran dan hadis, dua sumber yang tak terbantahkan. Karena itu, buku ini sangat penting untuk dibaca dan dipahami.

Judul         : Buku Pintar Hari Akhir
Penulis     : Dr Abdul Muhsin al Muthairi
Penerbit   : Zaman
Cetakan   : I, 2012
Halaman  : 720





Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Anjar Fahmiarto

Cerita Anggur Nasi Saat Sultan Iskandar Muda Menjamu Tamu Kerajaan

ADAT istiadat Aceh dalam memuliakan tamu sudah dilakoni sejak masa kerajaan dulu. Seperti halnya tata cara Sultan Iskandar Muda menyambut tamu dari luar negeri yang kerap mengunjungi Aceh pada masa itu.
Berdasarkan catatan orang-orang Eropa, Kerajaan Aceh seringkali mengadakan acara yang panjang lebar untuk penyambutan tamu. Meski tamu tersebut hanya berkunjung ke Aceh tanpa tujuan lain. Acara penyambutan tamu ini merupakan pengalaman besar bagi para pelaut Eropa yang tak bisa dilupakan. Upacara itu setiap kali berlangsung menurut urutan yang sama seperti diungkap Lancaster, Beaulieu dan buku Adat Atjeh.
Dalam buku Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda 1607-1636 M menuliskan, begitu kapal membuang sauh di dekat gosong sungai maka akan datang sebuah perahu kecil dengan Syahbandar dan beberapa pegawai. Termasuk di dalamnya juru tulis bea cukai yang membawa keris raja.
Mereka mencatat segala sesuatu yang akan dipersembahkan kepada sultan, lalu pulang. Esok harinya atau dua hari kemudian, iring-iringan orang kaya datang menghadap ke kapten asing tersebut bersama iring-iringannya.
Setiap hadiah yang akan diberikan kepada Sultan Aceh akan ditutup dengan kain warna kuning. Jika ada surat resmi dari raja Eropa, maka akan ditaruh di atas talam perak yang ditutup dengan kain bersulam emas. Lalu berangkatlah iring-iringan itu menuju kota dan istana.
Di bagian depan, duduk di atas gajah orang kaya. Dia membawa talam dan 6 terompet, 6 genderang dan 6 hobo. Di barisan gajah kedua, duduk seorang kapten di susul dua orang kaya yang menaiki kuda Arab, tiga syahbandar dan semua pegawai bea cukai yang menyusul dengan jalan kaki.
"Maka kami melintasi jalan-jalan, diarak seperti pengantin," kata Beaulieu dengan jenaka.
Setiba di depan pintu istana mereka turun ke tanah, orang kaya menjunjung keris ke atas kepala dan kapten masuk, hanya diikuti beberapa dari orangnya.
Ia melintasi ketiga pelataran sampai ruang pertama tempat ia harus membuka sepatunya. Lalu masuk ke dalam ruang singgasana; di sana sultan duduk di tempat yang tingginya sekitar dua kaki.
Tata cara berikutnya yaitu, kapten asing lalu bersujud di atas sebuah permadani Turki sementara orang kaya menyampaikan surat kepada sang raja. Dia menterjemahkannya. Menurut De Beaulieu, seirng kali terjemahan tersebut tersendat-sendat.
Setelah itu, antara orang Eropa dan Kerajaan Aceh mengadakan pertukaran hadiah. Kebiasaan pada zaman itu, orang Eropa menghadiahkan senjata yang bagus-bagus. Sering yang berpamor, batu mulia atau cermin.
Sebagai balasan, sultan menghadiahkan sehelai jubah putih panjang yang diletakkan dalam talam perak. Selain itu juga ada surban penuh sulaman emas, kadang-kadang ikat pinggang yang lebar dan dua bilah keris.
Menurut keterangan Augustin de Beaulieu, dia juga menerima sebuah bejana besar dari emas penuh sirih. Jika ada surat dari sultan untuk "saudara"nya di Eropa akan ditaruh di pasu perak dalam bungkusan beludru merah bertali emas. Surat itu ditulis dengan huruf emas atas kertas yang sangat licin dengan hiasan emas dalam gambar-gambar di pinggiran surat.
Setelah acara tersebut, biasanya raja menjamu kapten dan perwira-perwiranya. "Kami pergi ke sebuah ruang persegi empat yang dinding dan lantainya dilapis kain dari Turki."
Kepadanya ditawarkan sirih dalam tempat emas yang besar dengan tutup dari zamrud. Lalu datanglah sekitar 30 perempuan, masing-masing dengan membawa sebuah bejana perak besar yang tertutup, yang kemudian mereka letakkan di atas permadani.
Setiap bejana ditutup dengan kain emas atau kain songket dari bahan sutra campur benang emas dan beberapa permata yang menyentuh di tanah. Setelah diberi tanda, para perempuan tadi membuka bejana yang sebesar pasu besar dan jeluk sekali sehingga tingginya bersama tutupnya lebih dari 2.5 kaki.
"Dari masing-masing bejana itu dikeluarkan 6 pinggan emas penuh dengan manisan, daging dan kue yang dimasak seperti lazimnya di negeri itu," kata Beaulieu.
Beualieu menambahkan, ada bejana-bejana dari porselin Cina dan dua tempat tembaga besi nasi yang diperuntukkan bagi penolong raja. Hal ini sesuai dengan keterangan Best, "The King presented me with a banker of at least foure hundred dishes with such plentie of hot drinks as might have sufficed a drunken army."
Makanannya banyak, ada minuman "racke" (arak), anggur nasi yang tinggi kadar alkoholnya (mungkin yang dimaksud adalah tape, yaitu nasi yang sudah diperam dengan ragi kemudian dimakan dengan santan yang rasanya asam). Anggur nasi ini menurut beberapa penjelajah Eropa terlalu keras untuk mereka.
"This wine is made of rice and is a strong as any of aquaevitae; a little will serve to bring one asleepe. The generall after the first draught, dranke either water mingled there with all, or pure water. The King gave him leave so to doe; for the generall beg his pardon as not able to drinke so strong drinke," ujar Lancaster dalam laporannya terkait minuman keras ini.
Sesudah jamuan makan, sultan memanggil para penari. Lalu dibawa masuk sebuah permadani berlatar emas yang digelar antara tempat ia berada dan tempat saya, lalu datang 15 atau 20 perempuan yang mengambil tempat sepanjang tembok. Suara mereka ditiru seperti genderang kecil yang mereka pegang dan menyanyikan lagu-lagu kemenangan yang dicapai raja selama pemerintahannya.
Masih menurut kesaksian de Beaulieu, dari sebuah pintu kecil masuklah dua perempuan atau gadis yang pakaiannya aneh namun cantik sekali.
"Tidak kukira ada yang seputih itu di negeri sepanas ini, sedangkan dandanannya belum pernah saya lihat sedemikian. Sukar bagi saya menerangkannya sebab seluruhnya dari emas belaka."
Dia mengatakan, para penari ini memakai topi yang berdiri dari unting-untingan emas di atas rambutnya. Emas tersebut begitu gemerlapnya seperti jambul-jambul sepanjang 1.5 kaki. Mereka juga memakai antin-anting besar yang juga dari unting-untingan emas dan menggantung sampai ke bahu. Bahunya ditutupi sejenis hiasan ketat yang melingkari leher dan melebar membentuk lidah-lidah lancip lengkung seperti sinar matahari.
"Seluruhnya diukti dari lempeng emas yang aneh sekali..."
Beualieu juga mengatakan, di atas sebuah kemeja atau baju dari kain emas dengan sutera merah yang menutupi dada, dengan ikat pinggang besar yang lebar benar, terbuat dari unting-untingan emas: pinggul mereka diikat ketat dengan selajur kain emas sebagaimana kebiasaannya di negeri itu, dan di bawahnya celana, juga dari kain emas yang tidak melampaui lutut dan yang digantungi beberapa kerincing emas kecil.
Lengan dan kaki telanjang tapi dari pergelangan sampai siku tertutup renda emas berpemata, seperti juga di atas siku dan dari pergelangan kaki sampai betis.
Di pinggang, masing-masing ada keris atau pedang yang hulu dan sarungnya penuh permata, dan tangan mereka memegang kipas besar dari emas dengan beberapa kerincing kecil di pinggirannya.
Selain jamuan tadi, terkadang utusan luar negeri juga diajak oleh Sultan berendam dalam air mancur yang letaknya lima atau enam mil dari kota.
"Sang raja menjamu saya dengan makanan lezat dan "racke" yang berlimpah-limpah, dan kami harus makan dan minum segalanya itu sambil duduk di dalam air. Semua bangsawan dan kapten besarnya hadir. Santapan kami berlangsung dar pukul satu sampa kira-kira pukul lima, lalu raja memperbolehkan saya pergi," kisah Best seperti yang ditulis Lombard dalam bukunya.
Begitulah cara Sultan Aceh menjamu tamunya pada masa itu. Hingga saat ini, masyarakat Aceh masih mempertahankan beberapa adat tersebut seperti halnya menyambut tamu dengan tari ranup lampuan dan jamuan makanan yang berlimpah.
Selengkapnya baca tabloid mingguan The Atjeh Times edisi 31 Desember 2012 - 6 Januari 2013 dengan cover "Iskandar Muda: Dua Wajah Sang Penakluk." [bna]

Syiah Kuala dan Tsunami

Para pelajar dari seluruh negeri yang telah mendapatkan dari dayah Plang Priya membuka lembaga pendidikan serupa di tempat asal masing-masing. anak keturunan Fansuri selain melanjutkan mengajar di Dayah Blang Priya juga pergi ke mana-mana untuk membuka dayah yang sama. Hingga pada kisaran abad ke-15, dua bersaudara Fansuri yang telah memperoleh ijizah dari Dayah Blang Pria pergi mengembara ke pantai selatan Sumatra. Tepatnya di kawasan Singkil, masing masing mereka membuka dayah di tempat berbeda di dalam kawasan tersebut. Karena begitu besarnya antusias warga pantai barat mengirim anak-anak mereka untuk belajar di kedua dayah tersebut, sehingga semua warga dalam radius yang luas terpengaruh oleh lingkungan, budaya dan adab yang berlaku dalam lingkungan dayah.
Begitu besarnya pengaruh keduah dayah Fansur bersaudara sehingga orang-orang di luar Singkil menyebut singkil sebagai Fansur karena semua tahu bahwa di wilayah itu ada dayah yang sangat dan pimpinannya bernama Abu Fansur. ‘Abu’ adalah sebutan bagi ulama-ulama. Sementara orang-orang Singkil sendiri bila keluar wilayahnya, mereka lebih dikenal sebagai orang Fansur.
Dayah yang satu dipimpin oleh Hamzah, yang dikenal sebagai sufi pengikut Ibn Arabi dan dayah satunya lagi dipimpin oleh Ali. Ali memiliki anak bernama Abrurrauf. anaknya itu setelah menyelesaikan pendidikan agama dasar di dayah yang dibangun oleh ayahnya pergi ke Dayah Blang Piya, yang juga milik keluarga besarnya. Setelah mendalami ilmu-ilmu tinggi seperti mantiq dan tasawuf di Blang Priya, Pasae, berlabuh ke Arab untuk memunaikan ibadah haji. di Tanah Haram, kabar kedatangan Abdurrauf (yang dikenal ulama di sana sebagai putra dari ulama Pasae) sampai ke telinga imam besar Masjidil Haram. Imam Besar mengundang Abdurrauf. Dalam diskusi mereka, Abdurrauf menjadi semakin tertarik untuk menetap dulu di Makkah untuk menimba ilmu. Sebelumnya Abdurrauf memang pernah menyampaikan niatnya di Fansur dan di Blang Priya untuk sekaligus menuntut ilmu dalam perjalanan hajinya.
Setelah menimba ilmu dengan gigih hampir sepuluh tahun, masyarakat dalam kerajaan Aceh Darussalam mengiba supaya beliau dapat ke Kutaraja dan menjadi pemimpin agama bagi mereka. Kondisi keberagamaan masyarakat Aceh Darussalam yang terus dilanda keresahan karena kebingungan dalam polemik perdebatan mazhab teologi dan falsafi menggugah hati beliau. Abdurraufpun ke Kutaraja. Di sana beliau di sambut hangat. para petinggi kerajaan mengadakan syukuran semacam pesta tau dikenal dengan peusijuk. Abdurrauf lebih dahulu mencari informasi detail tentang polemik masyarakat tersebut yang telah dia rasa sejak dia di Blang Priya dan berita itu menjadi hangat dan sampai ketelinganya saat masih menimba ilmu di Makkah.
Abdurrauf adalah ulama yang sangat dalam agamanya. Dia telah menempuh ajaran tinggu dalam tarikat dan tasawuf. Karisma beliau disegami siapapun termasuk para petinggi kerajaan. Saat beliau disaulat menjadi mufti kerajaan Aceh Darussalam, seolah-olah polemik antara teolog dan filosof yang telah menumpahkan banyak darah, tidak pernah terjadi. Ketegasan beliau dalam menetapkan fatwa membuat semua kalangan puas. Bahkan jabatan tertinggi di kesultanan meski diemban oleh perempuan, tidak ada yang berani atau bahkan berfikir untuk mempertanyakan, apalagi mengkritisi.
Semasa menjadi mufti kerajaan, beliau mengarang banyak kitab agama. Salah satu karya beliau yang paling terkenal adalah tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Melayu. tafsur tersebut adalah tafsir pertama dalam bahasa Melayu.
Syaikh Abdurrauf As-Singkili atau dikenal dengan Syiah Kuala yang merupakan keponakan dari Syaikh Hamzah Fansuri meninggal di Kutaraja dan dimakamkan di pesisir utara kota tersebut. beliau dimakamkan di kawasan sebuah dayah yang dibangun untuk mendidika para calon petinggi kerajaan dan anak-anak para hulu balang di seluruh mulim kawasan Aceh Darussalam.
Di tempat itulah ratusan tahun kemudian, tepatnya di komplek makam ulama besar tersebut diadakan sebuah pesta besar dilengkapi tarian telanjang bulat, minum-minum alkohol, kata-kata kasar dan kotor saling dilontar. Mereka larut dalam kesenagat hingga kesetanan. Mereka bergemibira karena dapat kembali ke jakarta dan tidur-tidur lagi dibarak karena meraka adalah sisa dari sasaran gerakan bersenta yang bergerilya. Betapa gembiranya mereka. Bukankan banyak teman-teman mereka yang telah dihiggap peluru badannya dan dihantar pulang ke kampungnya dengat tidak lagi bernyawa. Mereka kuat, mereka tangguh, mereka sadar itu, karena itu mereka berpesta.
Tetapi lam tidak bisa ikut berpesta dengan mereka. Alam memiliki hukumnya sendiri. Masaru Emoto, ilmuan Jepang telah membuktikannya. Energi positif dengan energi nagatif tidak bisa dihumpun bersamaan. Di sana berbaring jasad wali Allah. Itu energi positif. Orang-orang yang berziarah ratusan tahun, membaca zikir, mengaji Al- Qur’an dan bershalawat juga energi positif. Tetapi pada malam itu dipaksakan energi negatif dalam kadar tinggi sehingga terjadi khaos besar-besaran di muka bumi.
Mereka yang berpesta dapat luput dari senjata separatis, tetapi mereka tidak sempat menghindar dari gelombang laut dengan ketinggian lima belas meter dengan kecepatan limaratus kolometer per jam. Padahal mereka telah coba dibangunkan dengan goyangan sepuluh skala richter. Tetapi pengaruh alkohol yang tinggi dan air tulang yang telah habis terpancar kepada ruang rahiasia yang bertelanjang dan menari-nari tadi malam membuat mereka begitu lemas.
Seorang kakak misterius telah memperingatkan, tetapi tidak diindahkan.
”Jangan berhuru-hara di sini.”

Memperingati tsunami delapan tahun
Marilah kita hantarkan Al-Fatihan kepada seluruh korban tak berdosa akibat ulah mereka yang berpesta.
Jakarta, 25 Desember 2012
Abu Muhammad Ibrahim